Majelis Wakil Cabang NU (MWC-NU)
Mlarak Ponorogo

Selamatan dan Pengukuhan Pengurus Ranting NU Desa Mlarak pada Malam Nisfu Sya’ban: Filosofi Tumpeng Buceng dalam Tradisi Jawa

Mlarak, 13 Februari 2025 – Malam Kamis, 13 Februari 2025, bertepatan dengan malam Nisfu Sya’ban, Desa Mlarak menggelar acara penting yang penuh makna. Setelah pengurus ranting Nahdlatul Ulama (NU) desa tersebut resmi dikukuhkan, acara dilanjutkan dengan selamatan yang khas, yaitu dengan memurak 9 tumpeng buceng. Tradisi ini menjadi momen yang penuh syukur sekaligus simbol kebersamaan dan harapan.

Selamatan yang diadakan oleh warga NU Desa Mlarak ini tak hanya sekadar ritual, tetapi juga sarat akan makna filosofis, khususnya dalam penyajian tumpeng buceng. Tumpeng buceng adalah variasi dari tradisi tumpeng yang memiliki keunikan tersendiri, di mana tumpeng-tumpeng yang disusun berbentuk kerucut ini diatur dalam sebuah rangkaian sembilan tumpeng yang disusun berjajar, masing-masing memiliki arti tertentu dalam kepercayaan masyarakat Jawa.

Filosofi dari tumpeng buceng menggambarkan keharmonisan antara dunia nyata dan dunia spiritual. Tumpeng sebagai simbol kehidupan dan keberkahan, sedangkan buceng menggambarkan wujud keberagaman dalam kebersamaan. Bukti ini terlihat dari setiap tumpeng yang mewakili aspek kehidupan, mulai dari kedamaian, kesejahteraan, hingga harapan-harapan masa depan yang lebih baik.

Dalam tradisi Jawa, angka sembilan dianggap sebagai angka yang sakral. Angka ini sering kali dikaitkan dengan konsep kesempurnaan dan keberuntungan. Dalam konteks selamatan ini, sembilan tumpeng buceng melambangkan sembilan harapan yang diinginkan oleh masyarakat desa, seperti keselamatan, kedamaian, dan kelimpahan rezeki bagi warga desa. Setiap tumpeng, yang terdiri dari nasi dan berbagai lauk-pauk, turut mengandung simbolisme seperti rasa syukur dan doa agar desa senantiasa diberkahi.

Tumpengan ini sedikit berbeda dengan tradisi Tumpeng 9 yang dilakukan di Kabupaten Demak, Jawa Tengah, pada malam Idul Adha. Di Demak, tradisi Tumpeng 9 melibatkan iring-iringan tumpeng sembilan yang dibawa dari pendopo kabupaten menuju Masjid Agung Demak. Tradisi ini memiliki nilai spiritual yang tinggi, di mana masyarakat mengarak tumpeng sebagai bentuk pengagungan kepada Tuhan serta doa untuk keselamatan bersama.

Malam Nisfu Sya’ban di Desa Mlarak menjadi momen spesial tidak hanya bagi warga NU setempat, tetapi juga bagi masyarakat yang menghormati tradisi Jawa dalam rangka mempererat tali persaudaraan dan memperkuat iman. Dengan semangat kebersamaan yang tercermin dalam prosesi selamatan dan penyajian tumpeng buceng, warga desa berharap dapat melanjutkan tradisi luhur ini sebagai wujud rasa syukur dan permohonan agar kehidupan desa tetap diberkahi dan aman dalam tahun yang akan datang.

Berita Terkait